Mahal dan Tak Efisien, Kondom Perempuan Tak Banyak Diminati.
YOGYAKARTA, Kondom perempuan kurang laku di apotek. Puji Nur Hasanah, apoteker pendamping di Apotek K-21 di Sagan, Kota Yogyakarta mengatakan, dalam sebulan hanya terjual satu pak kondom perempuan.

Pembelinya adalah pasangan suami-istri. Mereka biasanya membeli karena penasaran. Kondom perempuan memang tak dikenal karena di televisi atau koran pun tidak pernah ada iklannya. "Saya saja sendiri belum pernah melihat," kata Puji.

Harga kondom perempuan cukup mahal. Di Apotek K-24, satu pak (isi dua kondom impor) dibanderol Rp 16.700. Jauh lebih murah kondom laki-laki yang satu pak (isi tiga) hanya Rp 5.000-Rp 11.000.

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tidak memprioritaskan pengadaan kondom perempuan. Pengadaan pertama kondom perempuan, sebagai sosialisasi, dilakukan awal tahun 2008 dan hanya didistribusikan ke tujuh provinsi, yakni DKI Jakarta, Bali, Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Papua, dan Irian Jaya Barat. Pengadaan itu atas permintaan Komisi Penanggulangan HIV/AIDS. Penduduk di tujuh provinsi ini dianggap paling berpotensi HIV/AIDS.

Sampai sekarang, menurut Retno Munfaati, pelaksana harian Kepala BKKBN DIY, belum ada wacana pengadaan kondom perempuan karena yang digencarkan adalah partisipasi laki-laki menggunakan kondom.

Perempuan, lanjut Retno, bisa takut dan secara psikis tak nyaman melihat bentuk fisik kondom perempuan yang berbahan karet sintetis ini. Sebab, di dasar kondom terdapat spons seukuran diameter gelas dan setebal 0,5 cm. Spons yang berfungsi menyerap sperma tersebut harus dimasukkan ke dalam vagina.

Cara memasangnya pun repot. Iin Munfaati, Kepala Seksi Jaminan Pelayanan BKKBN DIY, menjelaskan, kondom perempuan harus dipasang satu jam sebelum berhubungan. Durasi pemakaian pun hanya bisa sampai 5 jam.

Dari sosialisasi, banyak perempuan yang takut meski hanya sepintas melihat. Karena itulah, BKKBN memilih menggencarkan pengunaan kondom bagi laki-laki. "Lagi pula, masa harus perempuan lagi yang susah dan repot dengan memakai kondom," ujar Retno.

Perdebatan tentang kondom perempuan, menurut Retno, masih terjadi. Aktivis perempuan tidak bakal setuju sosialisasi kondom ini karena semakin merendahkan posisi tawar perempuan. Namun, pemerhati HIV/AIDS beranggapan kondom ini alternatif untuk melindungi perempuan, ketika laki-laki tidak mau menggunakan kondom. Dua pihak ini punya sisi benar masing-masing.
Sumber : Kompas.com
.

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Komentar disini

Award Ku Yang Pertama

Award Ku Yang Pertama

Top Global Site
Blog Widget by LinkWithin

Label

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Link Banner


Banner Kawan

100 Blog Indonesia Terbaik
Internet Coupons

Pengikut

Arsip

Powered by Stats 21

Kesan anda pada Blog ini ??




ShoutMix chat widget

Top Global Site